#SaveGumuk
Save Gumuk, acara yang digawangi oleh muda mudi Jember ini seperti tak
ingin berhenti bergeliat. Setelah sukses menggagas acara mandiri
bertajuk #SaveGumuk pada tanggal 28 September 2013 yang lalu (bertempat
di Gumuk Gunung Batu - Jember), disusul kemudian dengan acara diskusi
#SaveGumuk - Cangkruk Bareng Arek-Arek EXPA SMAN 1 Kalisat. Acara
#SaveGumuk kedua yang digelar pada 12 Oktober 2013 ini juga dibarengi
dengan pagelaran seni karya dari Sispala EXPA Kalisat.
Jember Fashion Tembakau
Ohya, sehari setelah digelar acara diskusi Save Gumuk di Kalisat,
esoknya gantian kawan-kawan IMPA AKASIA Fakultas Hukum Universitas
Jember menggelar acara Seminar bertajuk, Perlindungan Hak Inanimatif di
Wilayah Pertambangan. Adapun biaya Pendaftaran Seminar Advokasi
“Perlindungan Hak Inanimatif di Wilayah Pertambangan” tersebut sebesar
5000 rupiah dan diserahkan seluruhnya untuk kegiatan pengumpulan koin
#SaveGumuk. Total dana yang diperoleh dari kegiatan IMPA AKASIA tersebut
sejumlah Rp. 1.150.000,-
Seminar ‘Perlindungan Hak Inanimatif di Wilayah Pertambangan’ Pada 13 Oktober 2013
Apa Sih Acara Save Gumuk Itu?
Sebenarnya ini sudah saya jelaskan di tulisan sebelumnya berjudul
Save Gumuk.
Jadi begini. Kota Jember memiliki Sumber Daya Alam bernama Gumuk.
Bentuknya bisa dikatakan sama seperti gumuk-gumuk yang ada di kota lain.
Namun menurut para ahli, gumuk di Jember memiliki tipe dan kandungan
yang berbeda. Tapi saat ini saya tidak sedang berhasrat untuk
menjlentrehkannya. Ada yang lebih penting, yaitu fungsi gumuk bagi
masyarakat Jember secara luas.
Jika dilihat dari bentang alamnya, Jember ada diantara dua gunung besar,
Argopuro dan Raung. Di sebelah selatan, kota ini berbatasan langsung
dengan Samudra Hindia. Logikanya, Jember ada di zona potensi bagi
terpaan angin. Jika tidak ada pemecah atau penetralisir angin, maka hal
tersebut akan menjadi bahaya laten tersendiri bagi masyarakat Jember.
Kabar baiknya, Jember memiliki pemecah angin alami, itulah gumuk.
Bentuknya yang seperti bukit, terhampar dari utara hingga selatan,
adalah keuntungan tersendiri. Saya pernah juga menuliskannya di kompasiana, berjudul;
Gumuk di Jember: Pemecah Angin yang Alami.
Melihat betapa pentingnya keberadaan gumuk dari sisi ekologi, sosial,
budaya, ekonomi, dan pengetahuan, mendorong muda mudi Jember menggagas
acara #SaveGumuk. Ini bukan acara yang pertama, hanya melanjutkan
tongkat estafet yang pernah digagas oleh generasi sebelumnya. Ya, tidak
ada yang baru di bawah sinar mentari. Bagi saya, semakin banyak acara
serupa, semakin bergizi.
Fungsi Gumuk Selain Sebagai Penetralisir Angin
Apakah fungsi gumuk hanya sebatas pemecah dan penetralisir angin? Tentu
saja tidak. Gumuk bermanfaat untuk dijadikan zona tamasya yang murah dan
terjangkau. Di sini juga hidup berbagai macam plasma nutfah sebagai
penyangga ekosistem.
Kadang kita sering melupakan bahwa gumuk adalah penyimpan air dalam
jumlah galon yang besar. Bisa dikatakan, gumuk adalah galon air raksasa
yang siap mensejahterakan masyarakat dan lingkungannya. Sayang, yang
terjadi di lapangan tidak demikian. Sudah menjadi rahasia umum jika
Jember mulai bermasalah dengan air. Entah itu pencearan, entah itu
kekurangan air. Aneh ya, di wilayah dimana gumuk berceceran, masih saja
ada cerita seperti itu.
Yang Ingin Disuarakan Oleh #SaveGumuk
Jika dirangkum, hanya ada dua poin yang ingin disuarakan oleh #SaveGumuk.
1. Sosialisasi tentang manfaat keberadaan gumuk
2. Pengumpulan koin untuk (membeli) gumuk.
Ya, manfaat gumuk (terutama dari sisi ekologi) harus disosialisasikan
pada khalayak. Jika tidak, maka yang terjadi adalah eksploitasi secara
membabi buta. Sampai detik ini, kegiatan #SaveGumuk menghindari untuk
menyalahkan pemilik gumuk yang mengeksploitasi gumuk miliknya hingga
rata dengan tanah. Ada yang lebih diutamakan, apalagi kalau bukan
sosialisasi. Bentuk sosialisasi bisa berupa pengadaan diskusi seperti
yang selama ini sudah dilakukan, atau disosialisasikan secara gerilya,
dari mulut ke mulut. Memang terdegar tidak efektif lagi melelahkan.
Setelah dicoba, ternyata tidak juga.
Koin Untuk Gumuk
Bagaimana dengan koin untuk gumuk? Kenapa ‘membeli gumuk’ dirasa penting
oleh muda mudi Jember? Sebabnya adalah karena rata-rata gumuk yang ada
di Jember dimiliki oleh perseorangan. Logikanya, si pemilik gumuk
memiliki hak penuh untuk melakukan apa saja pada gumuk miliknya.
Jika masih belum ada aturan yang transparan mengenai pelanggaran hak
privat yang disalahgunakan secara berlebih hingga merugikan masyarakat,
maka dirasa penting untuk melakukan proses ‘iuran kolektif’ untuk
pembelian gumuk. Dengan harapan, muncul embrio-embrio lain yang
melakukan gerakan yang sama. Atau yang lebih keren lagi, penyelenggara
daerah turut aktif menggagas aturan sederhana ini. Itu akan membuat para
muda yakin bahwa gumuk sudah baik-baik saja, hingga tak perlu lagi ada
acara semacam #SaveGumuk :)
Setelah Berhasil Membeli Gumuk, Lalu Apa?
Ini adalah pertanyaan yang akhir-akhir ini semakin populer di kalangan
kawan-kawan Jember sendiri. Setelah berhasil membeli gumuk, lalu apa?
Bagaimana dengan status kepemilikan tanahnya? Apakah nantinya sertifikat
tersebut atas nama rame-rame? Jika demikian, tentunya yang terdaftar
dalam sertifikat bisa lebih dari 50 orang, karena pembelian tersebut
dilakukan secara kolektif. Jika salah satu dari mereka meninggal dunia,
maka akan menjadi sebuah kerepotan tersendiri.
Jika diwakafkan, bagaimana? Bukankah itu akan aman dari sisi ekonomi?
Dalam artian, daya tawar pada tanah wakaf sudah tidak ada lagi alias nol
rupiah. Namun, ketika tanah itu kita wakafkan, maka kita sudah tidak
memiliki hak lagi untuk ikut campur. Apabila yang diberi kuasa untuk
mengelola tanah wakaf tidak seperti yang kita harapkan, maka ini adalah
masalah baru.
Bagaimana jika gumuknya dibeli dan dibuat akta pelepasannya kepada
negara atau kepada pemda? Bukankah ini juga solusi? Adapun
keuntungannya, biaya-biaya pemeliharaan termasuk pajak (PBB/retribusi)
dan lain-lain, ditanggung oleh pemda atau negara. Sayang sekali, politik
seringkali mempengaruhi kebijakan. Mungkin saja kepemilikan oleh
pemerintah tsb dilakukan
ruislag atau dibuat perubahan peruntukan.
Kabar baiknya, sejak semula #SaveGumuk sudah memberi garis batas akan
hal ini. Saya rasa, dalam hal #SaveGumuk, netral memang jauh lebih
indah.
Menyadari akan keruwetan yang akan terjadi, saya kira sudah waktunya
kegiatan #SaveGumuk melirik pakar di bidang pertanahan untuk mengurusi
hal ini (pemilikan tanah oleh badan hukum) secara profesional. Untuk
itu, sampai detik ini, kawan-kawan Jember berkonsultasi dengan
Ibu Irma Devita, seorang Notaris/PPAT yang tinggal di Jakarta.
Penutup
Dalam kegiatan #SaveGumuk, pembelian gumuk adalah poin kedua. #SaveGumuk
lebih mendahulukan sosialisasi (dari berbagai sisi) karena dirasa sudah
tidak ada waktu lagi untuk menunda kesadaran kritis kita akan betapa
pentingnya keberadaan gumuk, dan SDA-SDA lain di sekitar kita.
Total uang
‘koin untuk gumuk’ yang ada hingga hari ini (dari
penjualan kaos, donasi, dan sebagainya) adalah sejumlah Rp. 5.750.000,-.
Memang masih jauh dari harga gumuk. Kami yang di Jember masih butuh
banyak doa. Doakan semoga kami bisa dan tidak lelah. Terima kasih.
Salam saya, RZ Hakim
Diambil dari http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/10/22/yang-ingin-disuarakan-oleh-savegumuk-601267.html?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter